Rabu, 02 September 2015

Menikahi Wanita yang Hamil karena Zina ? Kamu Harus Tahu

Tanya : Di jaman sekarang banyak sekali pernikahan yang disebabkan karena pihak wanita mengalami ”kecelakaan” (hamil di luar nikah). Biasanya, keluarga wanita menuntut laki-laki yang telah menghamilinya tersebut untuk menikahinya. Atau, mereka (keluarga wanita) nekat mencari laki-laki yang bersedia menikahi wanita tersebut dan sekaligus menjadi ayah dari bayi yang telah dikandung. Bagaimana hukum Islam memandang hal ini ?

Jawab : Hal pertama yang hendak kami katakan kepada semua kaum muslimin adalah agar takut kepada adzab Allah yang akan Ia berikan kepada setiap pelaku dosa sebagaimana firman Allah ta'ala :

إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا

"Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. [QS. Al-Insaan : 10].

Allah telah melarang kita untuk mendekati perbuatan zina sebagaimana firman-Nya :

وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.[QS. Al-Israa’ : 32].

Asy-Syaikh ’Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkata :

والنهي عن قربانه أبلغ من النهي عن مجرد فعله لأن ذلك يشمل النهي عن جميع مقدماته ودواعيه

”Larangan (Allah) untuk mendekati zina lebih jelas/tegas daripada larangan perbuatan zina itu sendiri. Hal itu dikarenakan larangan tersebut juga meliputi larangan terhadap seluruh sebab yang menurus kepada zina dan faktor-faktor yang mendorong perbuatan zina” [Taisir Kariimir-Rahman].
Oleh karena itu, tidaklah pantas bagi seorang muslim/muslimah yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya melakukan sesuatu hal yang membuat-Nya murka, termasuk dalam hal ini adalah perbuatan zina.



Mengenai pertanyaan yang Saudara sampaikan, sesungguhnya wanita tersebut tidak boleh langsung dinikahi, baik oleh laki-laki yang menzinahi atau yang selainnya. Baginya ada masa istibra’ (bersihnya rahim) jika ia tidak hamil; dan masa 'iddah hingga ia melahirkan jika hamil.

Apabila wanita hamil karena zina tersebut mempunyai suami, maka diharamkan bagi si suami untuk mencampurinya sampai melewati masa istibra' atau sampai melahirkan. Istibra’ yang dilakukan oleh wanita tersebut adalah sekali haidl saja. Hukum ini didasari oleh beberapa dalil, diantaranya :

1.     Allah ta’ala berfirman :

وَأُولاتُ الأحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

”Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu ‘iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya” [QS. Ath-Thalaq : 4].

Pada dasarnya ’iddah dijalankan untuk mengetahui bersihnya rahim, sebab sebelum’iddah selesai ada kemungkinan wanita bersangkutan hamil. Menikah dengan wanita hamil itu aqadnya batal, nikahnya tidak sah, sebagaimana tidak sahnya menikahi wanita yang dicampuri karena syubhat [Ibnu Qudamah, Al-Mughni 6/601-602].

2.     Hadits Ruwaifi’ bin Tsabit Al-Anshari radliyallaahu ’anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam :

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يسق ماءه ولد غيره

”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia menyiramkan air (maninya) kepada anak orang lain” [HR. Tirmidzi no. 1131; hasan].

3.     Hadits Abu Sa’id Al-Khudri radliyallaahu ’anhu, bahwasannya beliau shallallaahu ’alaihi wasalam pernah bersabda mengenai sejumlah tawanan perang Authas :

لا توطأ حامل حتى تضع، ولا غير ذات حمل حتى تحيض حيضة

”Tidak boleh dicampuri wanita yang hamil hingga ia melahirkan, dan wanita yang tidak hamil tidak boleh dicampuri hingga ia haidl sekali” [HR. Abu Dawud no. 2157; shahih].

4.     Hadits Abu Darda’ radliyallaahu 'anhu :

أَتَى بِامْرَأَةٍ مُجِحٍّ عَلَى بَابِ فُسْطَاطٍ فَقَالَ لَعَلَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُلِمَّ بِهَا فَقَالُوا نَعَمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَلْعَنَهُ لَعْنًا يَدْخُلُ مَعَهُ قَبْرَهُ كَيْفَ يُوَرِّثُهُ وَهُوَ لَا يَحِلُّ لَهُ كَيْفَ يَسْتَخْدِمُهُ وَهُوَ لَا يَحِلُّ لَهُ

Bahwasannya Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam ia (Abu Dardaa’) mendatangi seorang wanita yang tengah hamil tua di pintu tenda besar  Fusthath. Maka beliau shalallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangkali ia (Abud-Dardaa’) (laki-laki yang memilikinya) ingin menyetubuhinya memilikinya ?”. Mereka (para shahabat) berkata : “Ya”. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sungguh aku ingin melaknatnya dengan satu laknat yang ia bawa hingga ke kuburnya. Bagaimana ia bisa memberikan warisan kepadanya mewarisinya sedangkan ia tidak halal baginya ? Bagaimana ia akan menjadikannya pelayan (budak) sedangkan ia tidak halal baginya ?” [HR. Muslim no. 1441].
Rasulullah shallalaahu ’alaihi wasallam benar-benar mencela orang yang menikahi wanita yang sedang hamil. Maka tidak diperbolehkan untuk menikahi wanita yang sedang hamil (berdasarkan riwayat ini).

5.     Ibnu Mas’ud radliyallaahu ’anhu berkata :

إِذَا زَنَى الرَّجُلُ بِالْمَرْأَةِ ثُمَّ نَكَحَهَا بَعْدَ ذَلِكَ فَهُمَا زَانِيَانِ أَبَدًا

”Apabila seorang laki-laki berzina dengan seorang wanita, kemudian ia menikahinya setelah itu, maka keduanya tetap dianggap berzina selamanya”.

Menikah adalah satu kehormatan. Agar tetap terhormat, hendaklah seorang laki-laki tidak menumpahkan air (mani)-nya dengan cara berzina, sebab dengan cara berzina akan bercampur yang haram dengan yang halal. Akan bercampur juga air yang hina dengan air yang mulia [Al-Qurthubi, Al-Jaami’ li-Ahkaamil-Qur’an 12/170; Ad-Dardiir, Asy-Syarhush-Shaghiir 2/410,717].

Pada dasarnya, seorang laki-laki atau wanita pezina yang belum bertaubat dari perbuatan zinanya diharamkan untuk menikahinya dengan dasar firman Allah : ”Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin” [QS. An-Nuur : 3].

Namun bila ia telah bertaubat dengan sebenar-benar taubat, maka hilanglah predikat sebagai pezina [lihat Al-Mughni 6/602]. Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam telah bersabda :

التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لا ذَنْبَ لَهُ

”Orang yang bertaubat (dengan benar) dari suatu dosa seperti orang yang tidak mempunyai dosa” [HR. Al-Hakim 2/349, Ibnu Majah no. 4250, dan yang lainnya; hasan].

Jika wanita yang hamil akibat perbuatan zina tersebut melahirkan anaknya, maka anak itu tidaklah dinasabkan kepada laki-laki manapun, baik yang menikahi ibunya atau yang tidak, baik yang menzinahi atau yang tidak. Ia dinasabkan hanya kepada ibunya berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam :

الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ

”Anak itu bagi (pemilik) firasy, dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan)” [HR. Bukhari no. 1948 dan Muslim no. 1457].

Firasy adalah tempat tidur. Maksudnya adalah si istri yang pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya. Keduanya dinamakan firasy, karena suami atau tuannya menggaulinya (tidur bersamanya). Sedangkan makna hadits di atas, anak itu dinasabkan kepada si pemilik firasy. Namun karena laki-laki pezina itu bukan suami (dari wanita yang dizinahi), maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya, dan dia hanya mendapatkan kekecewaan dan penyesalan [Abdurrahman Ali Bassam, Taudlihul-Ahkaam 5/103].

Kesimpulan : (1) Haram hukumnya menikahi wanita yang hamil karena zina. Berlaku ’iddah bagi wanita tersebut hingga ia melahirkan kandungannya. Konsekuensinya, tidak boleh pula bagi orang tua si wanita untuk ”mencarikan” atau ”memaksa” seorang laki-laki untuk menikahi anaknya (wanita yang hamil karena zina) hingga ia melahirkan.[1] (2) Anak yang dilahirkan tidaklah dinasabkan kepada laki-laki manapun. Ia dinasabkan kepada ibunya. Wallaahu a’lam.
Abul-Jauzaa'

Baca, Pasangan Suami Istri Dianggap Berzina Sepanjang Perkawinannya Jika...

[1]      Hendaknya tunduk dan takut akan hukum Allah lebih besar daripada malu di hadapan manusia karena mempunyai cucu yang tidak mempunyai bapak. Kita harus bersabar terhadap ujian dan cobaa, serta memohon ampun atas segala dosa yang telah kita lakukan. Pada hakekatnya, segala musibah yang menimpa kita adalah disebabkan oleh tangan kita sendiri, sebagaimana firman Allah ta’ala :

وَمَآ أَصَابَكُمْ مّن مّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُواْ عَن كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” [QS. Asy-Syuuraa] http://abul-jauzaa.blogspot.com/

Pendapat Lain

Menikah Saat Hamil diluar nikah, Sahkah?

Wanita yang hamil karena perbuatan zina, adalah kasus yang marak terjadi di masyarakat. Para orang tua sering mengambil langkah untuk menikahkan putri mereka yang telanjur hamil. Tujuannya, untuk menutupi aib keluarga mereka.

Sebenarnya, mayoritas para ulama membolehkan pernikahan wanita yang sedang hamil akibat perzinaan dengan laki-laki yang telah menghamilinya. Namun pendapat ulama yang lebih rajih (kuat) disyaratkan kepada kedua calon pengantin untuk bertobat dari dosa besar yang telah dilakukannya. Hal ini seperti diungkapkan dalam pendapat dari mazhab Imam Ahmad, Qatadah, Ishaq, dan Abu ‘Ubaid. Sedangkan ulama lain, seperti Imam Malik, Syafi’i, dan Abu Hanifah, tetap mengesahkan pernikahan tersebut walau kedua calon pengantin belum bertobat.

Imam Ahmad berdalil dengan ayat Alquran, "Laki-laki yang berzina tidak menikahi melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik. Dan perempuan yang berzina tidak dinikahi melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik. Dan telah diharamkan hal tersebut atas kaum mukminin." (QS an-Nur [24]: 3).

Ayat ini menjadi dalil haramnya wanita dan laki-laki yang berzina untuk menikah sampai mereka bertobat. Pernikahan yang merupakan mitsaqan ghalizha (ikatan kuat nan suci) hanya bisa mengikat sepasang insan yang beriman. Adapun orang musyrik (non-Islam) atau pezina maka tidaklah berlaku ikatan pernikahan bagi mereka.

Dalam beberapa riwayat, Rasulullah SAW melarang para sahabat menikah dengan wanita pezina. Seperti hadis ‘Amr bin Syu'aib, ia mengisahkan salah seorang sahabat bernama ‘Anaq ingin menikahi tawanan perempuan pezina. Rasulullah SAW diam, sampai surah an-Nur ayat 3 tersebut turun. Rasulullah SAW pun melarang ‘Anaq untuk menikahi wanita itu. (HR Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i, dan Hakim).

Namun, jika sudah bertobat secara nasuha dari dosanya sebagai pezina, barulah ia bisa menikah atau dinikahkan. Para ulama berbeda pendapat dengan bentuk tobat tersebut. Jika di negara Islam, pezina wajib menjalani hudud (hukuman Allah SWT) yang akan dieksekusi oleh pemerintah. Hukuman bagi pezina yang masih lajang tersebut, yakni hukuman dera sebanyak 100 kali.

Namun, jika ia berada di negara sekuler yang tidak berhukum dengan hukum Islam, pezina perlu bersungguh-sungguh dalam tobatnya secara nasuha dengan memenuhi lima kriteria, yaitu tobat yang ikhlas karena Allah, menyesali perbuatan, meninggalkan dosa tersebut, berazam (bertekad) sungguh-sungguh tidak akan mengulanginya, dan memperbanyak amal ibadah sebagai ganti dari maksiat yang telah dilakukannya.

Setelah tobat, barulah wanita yang hamil karena perzinaan ini bisa dinikahkan dengan laki-laki yang telah menghamilinya. Hal itu juga disahkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) Pasal 2 Ayat (1). Dalam Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga disebutkan, seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. Perkawinan dengan wanita hamil tersebut dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan dilangsungkannya perkawinan saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Mayoritas ulama dari Imam Syafi’i dan Abu Hanifah berpendapat, tidak ada iddah bagi wanita yang hamil di luar nikah untuk melangsungkan pernikahan. Artinya, wanita yang hamil di luar nikah dapat dinikahkan sesegeranya tanpa harus menunggu kelahiran anaknya.

Lantas, bagaimanakah hukumnya jika wanita yang hamil di luar nikah dinikahkan dengan laki-laki yang tidak menghamilinya? Mayoritas ulama baik salaf maupun khalaf pun memperbolehkan hal ini.

Namun terkait hal ini, mazhab Abu Hanifah menegaskan, memang boleh hukumnya menikahi wanita yang tengah hamil di luar nikah, namun belum boleh berjima’ dengannya. Kebolehan berjima’ hanya dibolehkan jika laki-laki yang menikahi merupakan orang yang menghamilinya. Adapun jika si suami bukanlah orang yang menghamilinya maka mereka harus menunggu sampai masa istibro’ (rahim telah kosong dari janin dan telah haid minimal sekali).

Hal ini berdalil dari hadis Abu Sa’id Al-Khudri RA tentang sabda Rasulullah SAW tentang tawanan wanita di Perang Authos. "Jangan dipergauli perempuan hamil sampai ia melahirkan dan jangan (pula) yang tidak hamil sampai ia telah haid satu kali." (HR Ahmad).

Islam sangat menjaga nasab dan keturunan. Tidak boleh ada dua jenis sperma dalam rahim seorang wanita. Hal ini juga menjadi cikal bakal penyakit mematikan, seperti HIV dan AIDS. Hadis dari Ruwaifi’ bin Tsabit RA menyebutkan, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka jangan ia menyiramkan air (mani)nya ke ‘tanaman’ orang lain." (HR Ahmad, Abu, Tirmidzi, dan Al-Baihaqi).

Hukum ini memperlihatkan bagaimana indahnya Islam dalam menjaga nasab dan keturunan. Demikian pula, indahnya akhlak Islam dalam menjaga kehormatan dan kasih sayang sesama manusia. Bayangkan saja, jika wanita yang tengah hamil karena perzinaan harus menanggung sendiri beban kehamilannya sampai melahirkan. Sedangkan, laki-laki yang menghamilinya dengan enteng bisa pergi begitu saja.

Wallahu’alam. n ed: hafidz muftisany (rol)

Inilah Cara Ampuh Membuat Anak Sholat TANPA Debat, Keringat, Urat & Pengingat


Inilah Cara Ampuh Membuat Anak Sholat TANPA Debat, Keringat, Urat & Pengingat
Tentunya bagi Anda sebagai orang tua ingin memiliki anak-anak yang taat kepada Allah swt. Dan ibadah yang paling utama adalah sholat!

Bagaimana membuat anak-anak Anda taat akan ibadah yang agung ini? Bagaimana membuat anak-anak kita Sholat dengan kesadaran mereka sendiri tanpa diperintah, tanpa berdebat dahulu dan disiplin mendirikannya tanpa perlu diingatkan?

Apakah anak-anak Anda enggan dan malas untuk sholat? Atau bahkan mereka membuat jengkel saat mengingatkan untuk sholat? Mari kita lihat bagaimana kita bisa mengubahnya.

Ini adalah pengalaman seorang wanita yang memiliki anak perempuan yang sudah duduk di bangku kelas 5 SD. Baiklah inilah cerita darinya dengan bahasa yang telah disesuaikan.

Sholat bagi anakku sepertinya hal yg sangat berat, sampai-sampai suatu hari aku berkata kepadanya: "Bangun!! Sholat!!", dan aku mengawasinya dari jauh.

Aku melihatnya mengambil sajadah, kemudian melemparkannya ke lantai. Kemudian ia mendatangiku.

Aku bertanya kepadanya: "Apakah kamu sudah sholat?"
Ia menjawab: " Sudah "?

Kemudian aku marah dengan sangat keras, karena ia berbohong tentang itu. Aku tahu aku salah, tetapi kondisinya memang benar-benar membuatku sedih.

Air mataku tak terbendung disitu...

Aku benar-benar emosi dan marah pada putriku, aku gertak dengan keras dan aku menakutinya dengan siksa neraka.

Tapi apa yang terjadi...ternyata semua ocehanku itu seperti tidak didengar dan tidak bermanfaat sekali.

Hingga suatu hari, seorang sahabatku bercerita ketika ia berkunjung kerumah seorang kerabat dekatnya (seorang yg biasa2 saja dari segi agama) , tapi ketika datang waktu sholat, semua anak-anaknya langsung bersegera melaksanakan sholat tanpa diperintah dan atas kesadaran sendiri.

Aku berkata padanya "Bagaimana anak-anakmu bisa sholat dgn kesadaran mereka tanpa berdebat dan tanpa perlu diingatkan dengan keras tanpa perlu kita marah-marah?"

Ia menjawab: "Demi Allah, aku hanya ingin mengatakan padamu bahwa sejak jauh sebelum aku menikah aku selalu memanjatkan DO'A ini, dan sampai saat ini pun aku selaku berdoa dengan DO'A tersebut.

Setelah aku mendengarkan nasehatnya, aku selalu tanpa henti berdoa dengan do'a ini.
Dalam sujudku...
Saat sebelum salam...
Ketika witir...
Dan disetiap waktu-waktu yang mustajab...

Wahai saudara-saudaraku...
Anakku saat ini telah duduk dibangku SMA.

Sejak aku memulai berdoa dengan doa itu sampai saat ini, anakkulah yg rajin membangunkan kami dan mengingatkan kami untuk sholat.

Dan adik-adiknya, Alhamdulillah...mereka semua selalu menjaga sholat.

Saat ibuku berkunjung dan menginap dirumah kami, ia tercengang melihat anak perempuanku bangun pagi, kemudian membangunkan kami satu persatu untuk sholat.

Aku tahu Anda semua penasaran ingin mengetahui doa apakah itu?

Doa ini ada di QS.Ibrahim: 40

( رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ
وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء )
(إبراهيم ، 40)

"Robbij 'alnii muqiimash sholaati wa min dzurriyyatii robbanaa wa taqobbal du'aa"

Artinya :
"Ya Robbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan sholat, ya Robb, perkenankanlah doaku." (QS. Ibrahim: 40)

Doa...Doa...dan Doa...
Sebagaimana Anda semua tahu bahwa doa adalah senjata seorang mukmin.

Bagikan tulisan ini dengan menekan tombol share ke sosial media kamu agar lebih banyak orang yg mengambil manfaat.

Jika anda terkesan dgn tulisan ini,
katakan: "Semoga Allah merahmati orang yang mengamalkan doa tersebut. Aamiin.

Senin, 31 Agustus 2015

:: UNTUK BUNDAKU ::






Bunda, tutuplah dulu facebook-mu
Ini aku Si Umur Satu
Pintar mengoceh dan ingin main denganmu
Bacakan aku buku, atau menyanyilah untukku

Bertahun-tahun lagi, Bunda,
Blogmu masih akan tetap ada di sana
Tapi tak selamanya aku berumur dua
Aku akan masuk sekolah, segera



Bunda, bagaimana kabar dunia maya hari ini?
Kulihat di hadapan facebook kau tersenyum sendiri
Padahal aku ingin berbagi
Cerita tentang murid baru di PAUD/nursery kami

Umurku empat, dan kau kata aku nakal
Membuatmu tak bisa nulis status dan komen di media sosial
Kalau aku tak nakal, Bunda,
Kau tak akan mengangkat wajahmu dari screen itu

Lihat, Bunda, aku sudah besar sekarang
Berangkat ke sekolah pagi, pulang sudah petang
Frekuensi pertemuan kita semakin jarang
Apa kau merindukanku, saat menyantap makan siang?
Aku tak langsung pulang, Bunda,
Ada tambahan ekstrakurikuler sepakbola
Besok sains, matematika, fisika, atau kimia
Lusa bahasa Arab, Perancis, Jerman, atau bahasa asing lainnya

Apa Bunda? kau ingin mendengar ceritaku?
Maafkan karena aku mengecewakanmu
Aku sudah ditunggu PR-PR-ku
Letih ini inginku segera ke peraduanku

Bunda, weekend ini aku menginap di rumah temanku
Bunda bisa memiliki lebih banyak waktu
Mengurus twitter, facebook, path, instagram, line dan wa
Atau media sosial entah apa lagi namanya

Liburan bulan depan ada schooltrip ke luar negeri, Bunda
Tak akan aku hadir dalam makan malam keluarga
Sampaikan salamku kepada adik, kakak, dan semua saudara
Nanti kukirim kabar dari jejaring sosial, Bunda mau yang mana?

Delapanbelas umurku kini
Aku pergi dan pasti akan jarang kembali
Bunda bisa mengerjakan semua hobi
Sepanjang waktu, setiap hari, tak akan aku menghalangi
Bunda, aku hanya meminta 6.570 hari saja
Ya, 157.680 jam lebih tepatnya
Hanya sebanyak itu waktu yang kaupunya

Sebelum aku dikategorikan sebagai dewasa
Delapan belas tahun itu 9.460.800 menit saja, Bunda
Dikurangi tidur, aku sekolah, dan menit-menit yang berlalu
Saat kau menduakanku dengan facebookmu
Sesungguhnya, tak akan lama aku di gendongan dan gandengan tanganmu
(Penulis: Nurisma Fira /Penulis Buku Puzzle Dakwah, Cochester, Essex, 17 April 2015)

Minggu, 30 Agustus 2015

NASEHAT UNTUK PARA JOMBLO

Nesehat Untuk Para Jomblo


Memilih calon pasangan hidup bukanlah masalah remeh dalam Islam. Bahkan memilih pasangan hidup sangat menentukan arah perjalanan hidup seseorang di dunia sebelum di akhirat. Pasangan hidup yang tepat akan menemani seseorang menuju surga dunia dan akhirat. Begitu pula sebaliknya, pasangan yang tidak tepat akan menyeret seseorang menuju jurang neraka di dunia dan akhirat.
Kisah yang dialami oleh orang-orang shalih berikut ini patut kita renungi untuk menjadi pelajaran dalam hidup kita.
Imam Badruddin bin Jama’ah bercerita:
Dahulu pernah terjadi krisis ekonomi di Damaskus. Harga-harga bahan pokok melonjak tinggi sehingga banyak orang melelang kebun-kebun mereka dengan harga murah untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Saat itu, istri Imam Izzuddin bin Abdissalam menyodorkan sejumlah perhiasa sambil mengatakan kepada beliau, “Sayyidi, tolong belikan dengan perhiasan ini sebuah kebun yang bisa kita gunakan untuk bersantai-santai di musim panas.”
Beliau pun keluar rumah, bukan untuk membeli kebun melainkan untuk menyedekahkan perhiasan itu. Lalu beliau kembali pulang. Istrinya bertanya, “Sudah beli kebun?”
Beliau menjawab, “Ya, saya sudah membeli sebuah kebun di surga.”
Mendengar hal itu, istrinya menjawab, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.”
Subhanallah…
Dua sejoli yang sangat cocok dan serasi. Seorang imam besar yang dikenal dengan ilmu dan waraknya bersanding dengan seorang wanita yang lebih mencintai kehidupan akhirat yang abadi daripada kehidupan dunia yang fana.
Itulah salah satu contoh pasangan hidup yang tepat.
Anas bin Malik bercerita:
Dulu, Abu Talhah adalah penduduk kota Madinah yang paling banyak hartanya. Harta yang paling ia sukai adalah Biruha, sebuah kebun yang berhadapan dengan Masjid Nabawi. Dulu Rasulullah SAW biasa masuk kebun itu dan minum air segar di dalamnya.
Ketika ayat ini turun, “Kalian tidak akan mungkin meraih kebaikan kecuali jika kalian menginfakkan dari harta yang kalian sukai.” Abu Talhah berdiri menghadap Rasulullah SAW lalu mengatakan, “Sesungguhnya Allah menyatakan dalam kitab-Nya bahwa: Kalian tidak akan mungkin meraih kebaikan kecuali jika kalian menginfakkan dari harta yang kalian sukai, sedangkan harta yang paling saya sukai adalah Biruha. Saya sedekahkan kebun ini untuk Allah. Saya hanya mengharapkan balasan dan simpanan di sisi Allah nanti. Maka silahkan Anda lakukan apa yang Anda kehendaki, wahai Rasulullah.”
Rasulullah SAW menjawab, “Bekh.. bekh.. itulah harta yang menguntungkan.. itulah harta yang menguntungkan. Baiklah, saya sudah mendengar ucapanmu tadi dan saya minta kamu membagi-bagikan kebun itu kepada kerabat-kerabatmu.”
Lalu Abu Talhah pun membagi-bagikannya kepada kerabat-kerabatnya.
Istri Abu Talhah adalah Ummu Sulaim, sosok wanita luar biasa dalam sejarah. Suatu hari, anaknya yang masih kecil sakit dan terbaring di atas kasur. Saat itu Abu Talhah pamit mau pergi ke masjid untuk shalat Isya.
Ketika Abu Talhah sedang shalat, Ummu Sulaim bergegas membersihkan diri dan berdandan secantik mungkin bak bidadari.
Sepulang dari masjid, Abu Talhah bertanya, “Bagaimana keadaan anak kita?”
Ummu Sulaim menjawab, “Lebih tenang dari sebelumnya.”
Lalu Ummu Sulaim ‘melayani’ Abu Talhah dengan sempurna sebagaimana layaknya seorang istri terhadap suaminya.
Keesokan harinya, ketika Abu Talhah hendak berangkat ke masjid untuk shalat Shubuh, Ummu Sulaim bertanya, “Bagaimana pendapatmu seandainya ada orang yang menitipkan sesuatu kepada kita lalu ia datang untuk mengambilnya kembali?”
Tanpa pikir panjang Abu Talhah menjawab, “Tentu kita harus mengembalikan titipan itu.”
Ummu Sulaim melanjutkan, “Suamiku tercinta, Allah telah menitipkan seorang anak kepada kita. Dan tadi malam ketika kamu shalat Isya di masjid, Allah memanggil kembali anak kita. Ia telah meninggal dunia.”
Bagaikan disambar petir, Abu Talhah bertanya, “Kenapa tidak kamu beritahu aku saat itu?!”
Lalu ia berangkat ke masjid dan mengadukan kejadian itu kepada Rasulullah SAW. Beliau tersenyum dan berdoa, “Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua tadi.”
Benar, doa Nabi terkabul. Setelah itu pasangan dua sejoli itu dikaruniai 9 anak. Semuanya hafal Quran.
Allahu akbar walillahil hamd…

Sabtu, 29 Agustus 2015

KISAH NYATA : TELAT NIKAH

TELAT NIKAH

Aku sudah lulus dari kuliah dan sudah mendapatkan pekerjaan yang bagus.
Lamaran kepada diriku untuk menikah juga mulai berdatangan, akan tetapi aku tidak mendapatkan seorangpun yang bisa membuatku tertarik.
Kemudian kesibukan kerja dan karir memalingkan aku dari segala hal yang lain. Hingga aku sampai berumur 34 tahun.
Ketika itulah aku baru menyadari bagaimana susahnya terlambat menikah.
Pada suatu hari datang seorang pemuda meminangku. Usianya lebih tua dariku 2 tahun. Dia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Tapi aku ikhlas menerima dirinya apa adanya.
Kami mulai menghitung rencana pernikahan. Dia meminta kepadaku photo copy KTP untuk pengurusan surat-surat pernikahan. Aku segera menyerahkan itu kepadanya.
Setelah berlalu dua hari ibunya menghubungiku melalui telepon. Beliau memintaku untuk bertemu secepat mungkin.
Aku segera menemuinya. Tiba-tiba ia mengeluarkan photo copyan KTPku. Dia bertanya kepadaku apakah tanggal lahirku yang ada di KTP itu benar?
Aku menjawab: Benar.
Lalu ia berkata: Jadi umurmu sudah mendekati usia 40 tahun?!
Aku menjawab: Usiaku sekarang tepatnya 34 tahun.
Ibunya berkata lagi: Iya, sama saja.
Usiamu sudah lewat 30 tahun.
Itu artinya kesempatanmu untuk memiliki anak sudah semakin tipis.
Sementara aku ingin sekali menimang cucu.
Dia tidak mau diam sampai ia mengakhiri proses pinangan antara diriku dengan anaknya.
Masa-masa sulit itu berlalu sampai 6 bulan.
Akhirnya aku memutuskan untuk pergi melaksanakan ibadah umrah bersama ayahku, supaya aku bisa menyiram kesedihan dan kekecewaanku di Baitullah.
Akupun pergi ke Mekah.
Aku duduk menangis, berlutut di depan Ka’bah.
Aku memohon kepada Allah supaya diberi jalan terbaik.
Setelah selesai shalat, aku melihat seorang perempuan membaca al Qur’an dengan suara yang sangat merdu.
Aku mendengarnya lagi mengulang-ulang ayat:
(وكان فضل الله عليك عظيما)
“Dan karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar”.
(An Nisa’: 113)
Air mataku menetes dengan derasnya mendengar lantunan ayat itu.
Tiba-tiba perempuan itu merangkulku ke pangkuannya.
Dan ia mulai mengulang-ulang firman Allah:
(ولسوف يعطيك ربك فترضي)
“Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas”.
(Adh Dhuha: 5)
Demi Allah, seolah-olah aku baru kali itu mendengar ayat itu seumur hidupku. Pengaruhnya luar biasa, jiwaku menjadi tenang.
Setelah seluruh ritual umrah selesai, aku kembali ke Cairo.
Di pesawat aku duduk di sebelah kiri ayahku, sementara disebelah kanan beliau duduk seorang pemuda.
Sesampainya pesawat di bandara, akupun turun.
Di ruang tunggu aku bertemu suami salah seorang temanku.
Kami bertanya kepadanya, dalam rangka apa ia datang ke bandara?
Dia menjawab bahwa ia lagi menunggu kedatangan temannya yang kembali dengan pesawat yang sama dengan yang aku tumpangi.
Hanya beberapa saat, tiba-tiba temannya itu datang.
Ternyata ia adalah pemuda yang duduk di kursi sebelah kanan ayahku tadi.
Selanjutnya aku berlalu dengan ayahku…..
Baru saja aku sampai di rumah dan ganti pakaian, lagi asik-asik istirahat, temanku yang suaminya tadi aku temui di bandara menelphonku.
Langsung saja ia mengatakan bahwa teman suaminya yang tadi satu pesawat denganku sangat tertarik kepada diriku.
Dia ingin bertemu denganku di rumah temanku tersebut malam itu juga.
Alasannya, kebaikan itu perlu disegerakan.
Jantungku berdenyut sangat kencang akibat kejutan yang tidak pernah aku bayangkan ini.
Lalu aku meminta pertimbangan ayahku terhadap tawaran suami temanku itu.
Beliau menyemangatiku untuk mendatanginya.
Boleh jadi dengan cara itu Allah memberiku jalan keluar.
Akhirnya…..aku pun datang berkunjung ke rumah temanku itu.
Hanya beberapa hari setelah itu pemuda tadi sudah datang melamarku secara resmi.
Dan hanya satu bulan setengah setelah pertemuan itu kami betul-betul sudah menjadi pasangan suami-istri.
Jantungku betul-betul mendenyutkan harapan kebahagiaan.
Kehidupanku berkeluarga dimulai dengan keoptimisan dan kebahagiaan.
Aku mendapatkan seorang suami yang betul-betul sesuai dengan harapanku.
Dia seorang yang sangat baik, penuh cinta, lembut, dermawan, punya akhlak yang subhanallah, ditambah lagi keluarganya yang sangat baik dan terhormat.
Namun sudah beberapa bulan berlalu belum juga ada tanda-tanda kehamilan pada diriku.
Perasaanku mulai diliputi kecemasan.
Apalagi usiaku waktu itu sudah memasuki 36 tahun.
Aku minta kepada suamiku untuk membawaku memeriksakan diri kepada dokter ahli kandungan.
Aku khawatir kalau-kalau aku tidak bisa hamil.
Kami pergi untuk periksa ke seorang dokter yang sudah terkenal dan berpengalaman.
Dia minta kepadaku untuk cek darah.
Ketika kami menerima hasil cek darah, ia berkata bahwa tidak ada perlunya aku melanjutkan pemeriksaan berikitnya, karena hasilnya sudah jelas.
Langsung saja ia mengucapkan “Selamat, anda hamil!”
Hari-hari kehamilanku pun berlalu dengan selamat, sekalipun aku mengalami kesusahan yang lebih dari orang biasanya.
Barangkali karena aku hamil di usia yang sudah agak berumur.
Sepanjang kehamilanku, aku tidak punya keinginan mengetahui jenis kelamin anak yang aku kandung.
Karena apapun yang dikaruniakan Allah kepadaku semua adalah nikmat dan karunia-Nya.
Setiap kali aku mengadukan bahwa rasanya kandunganku ini terlalu besar, dokter itu menjawab:
Itu karena kamu hamil di usia sudah sampai 36 tahun.
Selanjutnya datanglah hari-hari yang ditunggu, hari saatnya melahirkan.
Proses persalinan secara caesar berjalan dengan lancar.
Setelah aku sadar, dokter masuk ke kamarku dengan senyuman mengambang di wajahnya sambil bertanya tentang jenis kelamin anak yang aku harapkan.
Aku menjawab bahwa aku hanya mendambakan karunia Allah.
Tidak penting bagiku jenis kelaminnya. Laki-laki atau perempuan akan aku sambut dengan beribu syukur.
Aku dikagetkan dengan pernyataannya:
“Jadi bagaimana pendapatmu kalau kamu memperoleh Hasan, Husen dan Fatimah sekaligus?
Aku tidak paham apa gerangan yang ia bicarakan.
Dengan penuh penasaran aku bertanya apa yang ia maksudkan?
Lalu ia menjawab sambil menenangkan ku supaya jangan kaget dan histeris bahwa Allah telah mengaruniaku 3 orang anak sekaligus. 2 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.
Seolah-olah Allah berkeinginan memberiku 3 orang anak sekaligus untuk mengejar ketinggalanku dan ketuaan umurku.
Sebenarnya dokter itu tahu kalau aku mengandung anak kembar 3, tapi ia tidak ingin menyampaikan hal itu kepadaku supaya aku tidak merasa cemas menjalani masa-masa kehamilanku.
Lantas aku menangis sambil mengulang-ulang ayat Allah:
(ولسوف يعطيك ربك فترضى)
“Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas”. (Adh Dhuha: 5)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
(وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا )
“Dan bersabarlah menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami…” (Ath Thur: 48)
Bacalah ayat ini penuh tadabbur dan penghayatan, terus berdoalah dengan hati penuh yakin bahwa Allah tidak pernah dan tidak akan pernah menelantarkanmu.
Bila status ini ada manfaatnya silahkan di-share.
Jazaakumullahu khairan

BERHAJI DIUSIA 18 TAHUN


BERHAJI DIUSIA 18 TAHUN

ILham, 18thn. Jamaah haji termuda sby. Brkt haji atas kesadaran sendiri, dan mulai nabung sejak kls 6 SD. Siswa kelas 12 SMAN 6 sby ini alumni SDIT dan SMPIT al uswah surabaya. Sejak SMP mulai melakoni bbrp usaha. Jualan pulsa, aksesori jam tangan, distro hingga garmen skala kecil. Begitupun saat SMA.

Luar biasa didikan orang tua dan para gurunya di sekolah sampai seorang murid SD punya keinginan kuat berangkat ke Baitullah dan langsung dieksekusi kesungguhan keinginan itu dengan mulai menabung.  Tak hanya niat, tak hanya ingin. Tapi langsung action.

Saat anak2 seusianya mungkin menabung untuk beli sepeda baru, misalnya, tapi Ilham justru menabung buat berangkat haji. Masya allah..
Amazing.

Jadi malu sama diri sendiri.
Kadang kerinduan kita yg menggebu ke tanah suci, tdk sungguh2 dibuktikan dengan mulai menabung untuk menuju kesana.

Bener ya kata teman2. Jarak kita ke mekkah tak akan pernah berubah, jika tak mulai melangkahkan kaki menuju kesana.

Inspiratif. Moga lancar ibadah hajinya buat semua yg brkt thn ini. Moga selalu diberi kesehatan untuk menjalankan semua rukun dan sunnahnya dengan sempurna. Kembali ke tanah air dengan selamat dan mjd haji yg mabrur.
Titip doa untuk bangsa. Moga jd harapan kita bersama. Baldatun toyyibatun warabbun ghofur.